SALAFI, antara Tuduhan & Kenyataan Bag.1

[Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak ridho dipersekutukan dengan sesuatu apa pun juga, apakah dengan malaikat, rasul, wali, maupun dengan jin, berhala, matahari, bulan, bintang dan lain sebagainya]
⚘SALAFI, antara Tuduhan & Kenyataan Bag.1⚘
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menciptakan manusia di muka bumi ini untuk beribadah hanya kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالِْْنْسَ إِلََّّ لِيَ عْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْ هُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [Adz-Dzariyyat: 56-58]
Ibadah dalam ayat ini, tidak diragukan lagi maksudnya adalah ibadah yang dimurnikan hanya kepada Allah Ta’ala semata, yaitu mentauhidkan Allah Ta’ala di dalam ibadah, tidak sedikit pun menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun juga.
Sahabat yang Mulia Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma berkata,
كَلُّ مَا وَرَدَ فِي الْقُرْآنِ من العبادة فمعناه التَّ وْحِيدُ
“Semua kata ibadah yang ada dalam Al-Qur’an maknanya adalah tauhid.”1
Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidak ridho dipersekutukan dengan sesuatu apa pun juga, apakah dengan malaikat, rasul, wali, maupun dengan jin, berhala, matahari, bulan, bintang dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala perintahkan seluruh Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam untuk mendakwahkan tauhid.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَ بْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَّ إِلَهَ إِلََّّ أَنَا فَا بُُْدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” [Al-Anbiya’: 25]
Juga firman Allah Ta’ala:
وَلَقَدْ ب عََثْ نَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوالَّ أَنِ ا بُُْدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut (segala sesuatu yang disembah selain Allah)’.” [An-Nahl: 36]
Pada akhirnya, terjadilah pertentangan dan permusuhan antara manusia, antara pendukung para Rasul dan penentangnya, antara orang-orang beriman yang mentauhidkan Allah dan orang-orang kafir yang menyekutukan-Nya.
Dan sungguh sangat mencengangkan, perintah Allah Ta’ala terhadap para Rasul untuk mendakwahkan tauhid, ternyata tidak sekedar perintah mendakwahkan tauhid dengan kata-kata, namun juga dengan senjata.
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لََّ تَكُونَ فِتْ نَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah (syirik) lagi dan (sehingga) ibadah itu hanya semata-mata untuk Allah.” [Al-Baqoroh: 193]
Juga firman Allah Ta’ala:
وَقَاتِلُوهُمْ حَ تَّى لََّ تَكُونَ فِتْ نَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلّه
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (syirik) dan supaya ibadah itu semata-mata untuk Allah.” [Al-Anfal: 39]
Perintah ini benar-benar dilaksanakan oleh para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, hingga sejarah tidak akan mungkin melupakan bagaimana terjadinya pertentangan dan permusuhan yang hebat antara ahlut tauhid dan ahlus syirk. Bahkan Allah Ta’ala memerintahkan umat manusia untuk mengambil teladan dari sikap permusuhan para Rasul terhadap kesyirikan dan pelakunya.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْ رَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا ب رَُآءُ مِنْكُمْ ومِمَّا تَ عْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَ رََْنَا بِكُمْ وَبَدَا ب يَْ نَ نَا وَبَ يْ نَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَ غْضَاءُ أَبَ ا دا حَتَّى ت ؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَه
“Sesungguhnya telah ada suri teladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah yang satu saja.” [Al-Mumtahanah: 4]
Hal itu pun masih disertai celaan yang keras terhadap mereka yang mengaku beriman namun masih berkasih sayang dengan orang-orang yang menyekutukan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
لََّ تَجِدُ قَ وْاما ي ؤُْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَ وْمِ الْْخِرِ ي وَُادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْ نَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَ هُمْ أَوْ شَُِيرَتَ هُمْ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.” [Al-Mujadilah: 22]
Bahkan, sikap loyal terhadap orang-orang kafir dapat menyebabkan seorang muslim menjadi kafir, termasuk dalam golongan orang-orang, bukan lagi dalam golongan kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّ هَا الَّذِينَ آمَنُواْ لََّ تَ تَّخِذُواْ الْيَ هُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَ عْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَ عْضٍ وَمَن يَ تَ ولَّهُم مِّنكُمْ فَ نَِِّهُ مِنْ هُمْ إِنَّ اللَّهَ لََّ يَ هْدِ الْقَوْمَ ال اََّّلِمِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali(mu); sebahagian mereka adalah wali bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” [Al-Maidah: 51]
Maka perintah memusuhi, membenci bahkan memerangi kaum musyrikin adalah perintah yang berasal dari sisi Allah Ta’ala yang benar-benar direalisasikan oleh para teladan yang mulia; Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, tanpa terkecuali Nabi yang penyayang, yang diutus dengan kasih sayang, Nabi kita yang mulia; Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
أن النبي صلى الله لُيه وسلم ظهر لُى أناس مت رَقين في بُادتهم منهم من يعبد الملائكة. ومنهم من يعبد الأنبياء والصالحين. ومنهم من
يعبد الأشجار والأحجار. ومنهم من يعبد الشمس والقمر. وقاتلهم رسول الله صلى الله لُيه وسلم ولم ي رَق بينهم. والدليل قوله تعالى:
}وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَّ تَكُونَ فِتْ نَةٌ ويَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ{
“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam diutus di tengah-tengah manusia yang berbeda-beda dalam peribadahan mereka. Ada yang menyembah malaikat² para nabi³ dan orang-orang shalih⁴, batu-batuan dan pepohonan⁵, matahari dan bulan⁶. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerangi seluruh kaum musyrikin tersebut tanpa kecuali, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لََّ تَكُونَ فِتْ نَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلّهِ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah (syirik) lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah.” [Al-Baqoroh: 193]”⁷
Asy-Syaikh Prof. Dr. Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Perintah Allah Ta’ala, “Dan perangilah mereka (kaum musyrikin)”, ayat ini umum, mencakup seluruh kaum musyrikin, tidak ada yang diperkecualikan. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Sampai tidak ada lagi fitnah”, fitnah artinya syirik, maka artinya, perangilah mereka sampai hilang kesyirikan. Dan syirik di sini juga umum, mencakup penyembahan kepada para wali, orang-orang shalih, maupun batu-batuan, pepohonan, matahari dan bulan. Sedang makna firman Allah, “Hingga agama hanya bagi Allah”, yakni hingga ibadah hanya kepada Allah, tidak dipersekutukan dengan siapa pun. Ini juga umum, tidak ada bedanya antara penyembahan terhadap para wali, orang-orang shalih, batu-batuan, pepohonan, setan dan lain sebagainya.”⁸
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam juga menegaskan:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لََّ إِلَهَ إِلََّّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّ ا دا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُ وا الصَّلاَةَ وَي ؤُْتُوا الكَََّّاةَ فَ ذَِِا فَ عَلُوا صََُمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ
وَأَمْوَالَهُمْ إِلََّّ بِحَقِّهَا وَحِسَاب هُُمْ لَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, maka terjagalah dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya, dan hisab mereka hanyalah bagi Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]⁹
Hadits yang mulia ini pun benar-benar diamalkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabat, sehingga sejarah mencatat puluhan peperangan terjadi di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam antara kaum muslimin dan kaum musyrikin.
Bahkan tidak lama sepeninggal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu menggantikan kepemimpinan beliau, ada sebagian kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat, padahal mereka masih mengucapkan syahadat dan menunaikan sholat, maka Al-Khalifah Ar-Rasyid Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu mengeluarkan keputusan perang terhadap mereka:
وَاللَّهِ لأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَ رَّقَ بَ يْنَ الصَّلاَةِ وَالكَََّّاةِ ، فَ نَِِّ الكَََّّاةَ حَقُّ الْمَالِ ، وَاللَّهِ لَوْ مَنَ عُو نِى نََُاقاا كَانُوا ي ؤَُدُّونَ هَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله لُيه وسلم -
لَقَاتَ لْتُ هُمْ لََُى مَنْعِهَا –
“Demi Allah, benar-benar akan aku perangi siapa saja yang memisahkan antara sholat dan zakat, karena sesungguhnya zakat adalah haknya harta. Demi Allah, andaikan mereka menahan seekor unta yang dulu biasa mereka serahkan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam (sebagai zakat), niscaya akan aku perangi mereka karena menahan unta (zakat) itu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]¹⁰
Sebagaimana peperangan demi peperangan antara kaum muslimin dan kaum musyrikin juga terjadi pada masa kepemimpinan sahabat ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu’anhum dan para khalifah setelahnya.
Pada zaman modern ini, pertarungan antara kebenaran dan kebatilan masih terus berlanjut. Tersebutlah nama Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, salah seorang ulama yang mengangkat bendera dakwah dan jihad terhadap kesyirikan dan bid’ah yang semakin tersebar. Musuh pun tidak tinggal diam, mereka juga berusaha mempertahankan kesyirikan dan bid’ah mereka, dengan terus menyerang dakwah tauhid dan sunnah yang beliau serukan.
Demikianlah, akan terus terjadi peperangan dan permusuhan antara ahlul haq dan ahlul bathil selamanya sampai hari kiamat. Sebab Allah Ta’ala telah menetapkan, bagi siapa yang mau mengikuti jalan kebenaran, jalan para Nabi dan Rasul, yaitu memurnikan tauhid dan sunnah serta memberantas kesyirikan dan bid’ah, maka dia akan menghadapi berbagai macam jenis musuh, sebagaimana para Nabi dan Rasul menghadapi para penentang dakwah mereka. Allah Ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ دَُُوًّا مِّنَ الْمُجْرِمِينَ وَكَ ىََ بِرَبِّكَ هَادِياا وَنَصِيارا
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” [Al-Furqon: 31]
Juga firman Allah Ta’ala:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ دَُُوًّا شَيَاطِينَ الِْنسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَ عْضُهُمْ إِلَى بَ عْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوارا
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu.” [Al-An’am: 112]
Shadaqallaahul ‘azhim, sungguh benar apa yang Allah Ta’ala firmankan, diantara metode yang digunakan para penentang dakwah tauhid adalah dengan menggunakan kata-kata indah nan menawan, mereka tampilkan seakan ingin menyelamatkan manusia dari kesesatan, padahal hakikatnya menjauhkan manusia dari kebenaran dakwah tauhid yang mulia ini, demi melestarikan kesyirikan dan bid’ah mereka.
Sehingga tempat-tempat syirik mereka sebut, “Peninggalan orang-orang shalih”. Kuburan yang disembah mereka bilang, “Kuburan keramat”. Para pengajak kepada syirik dan bid’ah mereka namakan, “Ulama dan Wali”. Penghancuran tempat-tempat syirik mereka sebut, “Pemusnahan peninggalan Islam”.
Sebaliknya, memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata mereka bilang, “Ajaran sesat”. Aqidah tauhid mereka istilahkan dengan, “Akidah teroris”. Dakwah kepada tauhid dan sunnah mereka sebut, “Memecah-belah ummat”. Sedang para penyerunya mereka namakan, “Wahabi” atau “Khawarij”.
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
}يُوحِي بَ عْضُهُمْ إِلَى بَ عْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوارا{ أَ : ي لُْقِي بَ عْضُهُمْ إِلَى بَ عْضٍ الْقَوْلَ الْمُ يَََّّنَ ا لْمُ خََّْرَفَ، وَهُوَ الْمُ وَََّّقُ الَّذِ يَ غْتَ رُّ سَامِعُهُ مِنَ
الْجَهَلَةِ بِأَمْرِهِ.
“Dan perkataan Allah Ta’ala, “Mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk menipu”, maknanya adalah mereka mengatakan kepada yang lainnya ucapan yang dihiasi dengan kata-kata yang menipu, yaitu ucapan yang tidak benar namun dibungkus rapi sehingga membuat orang bodoh yang mendengarnya tertipu.”¹¹
Bahkan demi memuluskan misi mereka untuk membawa manusia kepada kesesatan dan meninggalkan kebenaran dakwah tauhid, mereka tidak malu dan tidak segan-segan berdusta dan memutarbalikkan fakta, asalkan wajah dakwah tauhid menjadi jelek dan menakutkan di mata umat.
Hingga muncul sebuah buku yang berjudul, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, karya seorang yang menamakan diri dengan Syaikh Idahram, entah nama asli atau palsu, 8 www.fb.com/sofyanruray.info | www.sofyanruray.info | @SofyanRuray
yang pasti buku ini sangat tidak ilmiah, penuh dengan tuduhan-tuduhan dusta yang keji¹² dan “fakta-fakta” sejarah yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Maka insya Allah Ta’ala, dengan memohon pertolongan Allah Jalla wa ‘Ala, kami akan menyingkap tipu daya dan kedustaan-kedustaan penulis buku Sejarah Berdarah ini.
Dan sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menetapkan, betapa pun musuh-musuh kebenaran itu mengerahkan tenaga untuk membalut tipu daya dan kedustaan-kedustaan mereka dengan kata-kata yang memikat, namun Allah Ta’ala tidak akan membiarkan kebenaran itu kalah dengan kebatilan.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقاا
“Dan katakanlah: ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap’. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” [Al-Isro: 81]
يُرِيدُونَ لِيُطْ ؤَُِوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْ وَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” [Ash-Shof: 8]
Wallahu A’la wa A’lam wa Huwal Musta’an.
Catatan Kaki:
¹ Tafsir Al-Baghawi (Ma’alimut Tanzil), 1/93.
² Lihat firman Allah Ta’ala dalam surat Ali Imron: 80.
³ Lihat firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Maidah: 116.
⁴ Lihat firman Allah Ta’ala dalam surat Al-Isro: 57.
⁵ Lihat firman Allah Ta’ala dalam surat An-Najm: 19-20.
⁶ Lihat firman Allah Ta’ala dalam surat Fusshilat: 37.
⁷ Al-Qowaa’idul Arba’, kaidah ke-3, dicetak bersama Silsilah Syarhir Rosaail, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, hal. 321.
⁸ Silsilah Syarhir Rosaail, hal. 346-347.
⁹ HR. Al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 138 dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma.
¹⁰ HR. Al-Bukhari no. 1400 dan Muslim no. 133 dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
¹¹ Tafsir Ibnu Katsir, 3/321.
¹² Mohon maaf kalau kami harus mengatakan dan mengingatkan berulang-ulang, bahwa buku Sejarah Berdarah ini adalah sebuah karya yang sangat tidak ilmiah, penuh dengan kedustaan dan pemutarbalikan fakta, karena memang demikianlah kenyataannya.
To be continue, إن شاء الله ..👌

Komentar