Sebagian
kalangan apalagi awalnya dari pemikiran liberal dan ingin menyatukan setiap
agama samawi mulai mengendorkan akidah kaum muslimin dengan menyampaikan fatwa nyleneh.
Muncul ulama-ulama kontemporer yang memandang sah-sah saja mengucapkan selamat
natal pada Nashrani. Padahal memulai mengucapkan salam pada mereka saja tidak
dibolehkan, sama halnya dengan mengucapkan selamat pada mereka pada hari raya
mereka[1]. Intinya kesempatan kali ini, Rumaysho.com
akan menyampaikan bahwa sudah ada klaim ijma’
(kesepakatan ulama) sejak masa silam yang menunjukkan haramnya mengucapkan
selamat pada hari raya non-muslim, termasuk hari raya natal.
Dalil Kata Sepakat Ulama
Klaim
ijma’ haramnya mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim terdapat dalam
perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah berikut ini,
وأما التهنئة بشعائر الكفر
المختصة به فحرام بالاتفاق ، مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم ، فيقول: عيد مبارك
عليك ، أو تهْنأ بهذا العيد ونحوه ، فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات
وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثماً عند الله ، وأشد مقتاً من
التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس ، وارتكاب الفرج الحرام ونحوه ، وكثير ممن لا قدر
للدين عنده يقع في ذلك ، ولا يدري قبح ما فعل ، فمن هنّأ عبداً بمعصية أو بدعة ،
أو كفر فقد تعرض لمقت الله وسخطه
“Adapun
memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang
kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para
ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan
puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah
bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.”
Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun
dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya
seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud
yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar
dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah
dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras,
membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.
Banyak
orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam
ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu,
barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah
atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”
(Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 441)
Syaikh
Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan pula,
تهنئة الكفار بعيد الكريسمس أو
غيره من أعيادهم الدينية حرامٌ بالاتفاق
“Ucapan
selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan perayaan
agama orang kafir adalah haram berdasarkan sepakat
ulama” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 3: 45).
Syaikhuna,
Syaikh Dr. Sholih Al Fauzan hafizhohullah berkata dalam fatwanya, “Hal-hal yang sudah terdapat ijma’ para ulama terdahulu tidak
boleh diselisihi bahkan wajib berdalil dengannya. Adapun
masalah-masalah yang belum ada ijma’ sebelumnya maka ulama zaman sekarang dapat
ber-ijtihad dalam hal tersebut. Jika mereka bersepakat, maka kita bisa katakan
bahwa ulama zaman sekarang telah sepakat dalam hal ini dan itu. Ini dalam
hal-hal yang belum ada ijma sebelumnya, yaitu masalah kontemporer. Jika ulama
kaum muslimin di seluruh negeri bersepakat tentang hukum dari masalah tersebut,
maka jadilah itu ijma’.”[2]
Bagi
yang menyelisihi ijma’ ulama, sungguh telah sesat dan keliru. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ
مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ
الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(QS. An Nisa’: 115). Jalan
orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.
Larangan Mengagungkan dan Menyemarakkan Perayaan Non-Muslim
Umar
bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
“Jauhilah
orang-orang kafir saat hari raya mereka” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi di
bawah judul bab ‘terlarangnya menemui orang kafir dzimmi di gereja mereka dan
larangan menyerupai mereka pada hari Nairuz dan perayaan mereka’ dengan
sanadnya dari Bukhari, penulis kitab Sahih Bukhari sampai kepada Umar). Nairuz
adalah hari raya orang-orang qibthi yang tinggal di Mesir. Nairuz adalah tahun
baru dalam penanggalan orang-orang qibthi. Hari ini disebut juga Syamm an
Nasim. Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan
dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin
diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.
Sebagai
penguat tambahan adalah judul bab yang dibuat oleh Al Khalal dalam kitabnya Al
Jaami’. Beliau mengatakan, “Bab terlarangnya kaum muslimin untuk keluar
rumah pada saat hari raya orang-orang musyrik…”. Setelah penjelasan di atas
bagaimana mungkin kita diperbolehkan untuk mengucapkan selamat kepada
orang-orang musyrik berkaitan dengan hari raya mereka yang telah dihapus oleh
Islam.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya, Al Iqtidha’ 1: 454 menukil adanya
kesepakatan para sahabat dan seluruh pakar fikih terhadap persyaratan Umar untuk
kafir dzimmi, “Di antaranya adalah kafir dzimmi baik ahli kitab maupun yang
lain tidak boleh menampakkan hari raya mereka … Jika
kaum muslimin telah bersepakat untuk melarang orang kafir menampakkan hari raya
mereka lalu bagaimana mungkin seorang muslim diperbolehkan untuk menyemarakkan
hari raya orang kafir. Tentu perbuatan seorang muslim dalam hal ini
lebih parah dari pada perbuatan orang kafir.”
Al
Hafiz Ibnu Hajar setelah menyebutkan hadits dari Anas tentang mencukupkan diri
dengan dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dan setelah mengatakan
bahwa sanad hadits tersebut berkualitas shahih. Haditsnya adalah Anas radhiyallahu
‘anhu berkata,
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا
فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ
اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ
وَيَوْمَ النَّحْرِ
“Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki
dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka
beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di
masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti
keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan
Idul Adha (hari Nahr)” (HR. Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat
Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Ibnu
Hajar lantas mengatakan, “Bisa disimpulkan dari hadits tersebut larangan merasa
gembira saat hari raya orang musyrik dan larangan menyerupai orang musyrik
ketika itu. Bahkan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi, seorang ulama mazhab
Hanafi sampai berlebih-lebihan dalam masalah ini dengan mengatakan, ‘Siapa yang
menghadiahkan sebutir telur kepada orang musyrik pada hari itu karena
mengagungkan hari tersebut maka dia telah kafir kepada Allah” (Fathul Bari, 2: 442).
Dalam
Faidhul Qadir (4: 551), setelah Al Munawi
menyebutkan hadits dari Anas kemudian beliau menyebutkan terlarangnya
mengagungkan hari raya orang musyrik dan barang siapa yang mengagungkan hari
tersebut karena hari itu adalah hari raya orang musyrik maka dia telah kafir.[3]
Wallahu
waliyyut taufiq.
[1] Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah
kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR.
Muslim no. 2167).
[2] Lihat fatwa beliau di sini: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2385
[3] Lihat di sini: http://www.olamayemen.com/show_art4.html
Komentar
Posting Komentar