karya Syaikh Prof. DR. Abdullah bin Abdul Aziz Al
Jibrin hafidzahullah
Syaikh hafidzahullah melanjutkan
penjelasan beliau, beliau mengatakan,
Sebagian ulama memutlakkan bahwa ahlu sunnah adalah nama untuk mereka para ashabul hadits
atau ahlul hadits hal ini karena perhatian mereka terhadap hadits
yang dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, perhatian
mereka untuk memisahkan mana hadits yang shohih dan mana hadits yang dho’if
dan ketundukan mereka terhadap apa yang ada dalam kandungan hadits baik itu
berupa aqidah dan ketentuan hukum-hukum islam.
Hadits dan sunnah adalah dua kata
yang maknanya hampir sama/dekat. Ahlu Sunnah mereka adalah kelompok yang
dimenangkan Allah hingga hari kiamat. Kelompok inilah yang
Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam sebutkan dalam haditsnya,
لاَ
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ
أُمَّتِى مَنْصُورِينَ لاَ
يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَذَلَهُمْ حَتَّى
تَقُومَ السَّاعَةُ
“Akan senatiasa ada sekelompok orang
dari ummatku yang dimenangkan (Allah ‘azza wa jalla pent.) orang-orang
yang ingin mengalahkam mereka tidak dapat memberikan bahaya kepada mereka
hingga datanglah hari qiyamat”.[1]
[3] Salaf
Salaf secara bahasa berarti sekelompok orang
yang terdahulu, dalam bahasa arab dikatakan (مَضَى - أَي – يَسْلُفُ – سَلَفَ )
yang berarti berlalu, salaf seseorang (secara bahasa pent) berarti nenek
moyangnya yang terdahulu.
Salaf secara istilah berarti para sahabat
Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam, orang-orang yang mengikuti
mereka[2] dan berjalan di atas jalan beragama mereka
yaitu kalangan para imam dalam islam dari tiga kurun yang utama.
[4] Kholaf
Kholaf secara bahasa berarti sesuatu yang
belakangan, yaitu sesuatu yang muncul setelah yang terdahulu.
Kholaf secara istilah berarti orang yang menyimpang dari
jalan beragamanya Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dan para
sahabatnya dalam masalah aqidah
semisal Khowarij[3], Rofidhoh, Ahli Kalam/Filsafat yaitu
orang-orang yang mengedepankan akal manusia di atas nash-nash syar’i[4] semisal Jahmiyah Mu’tazilah[5], Asy ‘Ariyah, Qodariyah, Murj’iah[6] dan lain-lain.
Sedangkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
mereka adalah orang-orang yang menempuh jalan/cara beragamanya salaf, yang mana
pemimpin mereka adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallamterutama pemimpin para sahabat yaitu dari kalangan Khulafa’ur Rosyidin
Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali rodhiyallahu ‘anhum. Hal ini mereka
lakukan sebagai wujud pengamalan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam,
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Wajib bagi kalian memegang
teguh sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin,
gigitlah ia dengan gigi graham kalian”[7].
Hal ini juga sebagaimana yang
dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam ketika ditanya
siapakahfirqotun naziyah/golongan yang selamat. Beliau shallallahu ‘alaihi
was sallam menjawab,
مَنْ
كَانَ
عَلَى
مِثْلِ
مَا
أَنَا
عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Orang-orang yang berada di atas
semisal apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”.[8]
Mereka Ahlus Sunnah wal Jama’ah
menisbatkan diri mereka kepada mazhab salaf karena itulah orang yang mengikuti
salaf (dalam beragama pent.) disebut dengan istilah salafiy, orang-orang
yang berada di atas aqidah salafush sholeh, orang-orang yang
mengikuti salafush sholeh. Penamaan ini adalah penamaan yang sesuai makna
penyebutan mereka sebagai Ahlus Sunnah disebabkan karena aqidah salafush
sholeh adalah aqidah yang Nabi shollallahu ‘alaihi was
sallam berada di atasnya sebagaimana dalam hadits di atas.
Adapun orang yang berjalan di atas
manhajnya kholaf/orang-orang belakangan maka mereka disebut sebagai kholafiy
dan mereka mengakui penamaan ini. Bahkan kebanyakan dari mereka
begitu kekehnyamengatakan bahwa mazhab[9] kholaf lebih utama dari mazhab salaf mazhab
yang dimana pemimpinnya adalah para sahabat Nabi shollallahu ‘alaihi was
sallam. Hal ini merupakan indikasi yang jelas dari mereka sendiri atas
penyelisihan mereka terhadap jalan beragamanya para sahabat
Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam yang di atasnya berada
Rosulullah shollallahu ‘alaihi was sallam. Maka cukuplah hal ini sebagai
indikasi atas penyimpangan mereka terhadap aqidah yang shahihah/benar.
Bersambung Insya Allah,….
Dikumpulkan, diterjemahkan dan
diberi catatan kaki oleh
Orang yang amat mengharapkan ampunan
Robbnya,
Aditya Budiman
[1] HR. Bukhori no. 6881, Muslim no. 247, Abu
Dawud no. 2486, Tirmidzi no. 2351, Ibnu Majah no. 6, dan lain-lain, lafadz ini
milik Ibnu Majah.
[2] Guru kami hafidzahullah mengatakan,
“Tidak termasuk dalam pengertian ini
seorang yang bernama Ma’bad Al Juhaniy seorang qodariyah“
sekian perkataan beliau. Ma’bad
Al Juhaniy bernama lengkap Ma’bad bin Kholid Al Juhaniy Al Qodariy,
ada juga yang mengatakan bahwa namanya adalah Ibnu Abdillah bin
‘Ukaym dan ada juga yang mengatakan nama kakeknya adalah ‘Uwaymir.
Dia adalah seorang mubtadi’ tulen, orang yang pertama kali sesat dalam
masalah qodar/taqdir tepatnya di kota Bashroh.
Dia mengambil aqidahnya ini dalam
masalah taqdir dari seorang nashrani yang bernama Susan (Sausan)
dari Iraq.
Dia (Sausan) ini masuk islam kemudian
menjadi nashrani lagi. Kemudian pemikiran ini diambil oleh seorang yang
bernama Ghoilaan Ad Dimasqiy dari Ma’bad Al Juhaniy. Ma’bad Al
Juhaniy dibunuh oleh Al Hajjaaj tahun 80 H. [lihat Mauqif Ahlussunnah wal
Jama’ah baina Ahli Ahwa’ wal Bida’ oleh Syaikh Prof. DR. Ibrohim Ar
Ruhailiy hafidzahullah hal. 149-150/I, terbitan Makbah Al ‘Ulum wal
Hikaam, Madinah, KSA.] kami sarankan agar pembaca memilki buku ini karena
banyak nukilan yang bermanfaat yang telah dikumpulkan oleh Syaikh Prof. DR. Ibrohim
Ar Ruhailiy hafidzahullah di dalamnya.
[3] Sekte sesat ini
dinamakan Khowarij
karena mereka keluar (Khuruj) dari agama islam/pimpinan kaum muslimin.
Mereka keluar pertama kali pada saat
kepemimpinan ‘Ali bin Abi Tholib, kemudian mereka berkumpul di sebuah tempat
bernama Haruriy di ujung Kuffah. ‘Ali bin Abi Tholib memerangi mereka
di Nahrowandalam sebuah peperangan yang sengit sehingga yang tersisa dari
mereka tidak lebih dari sepuluh orang dan kaum muslimin yang meninggal dalam
peperangan ini tidak lebih dari sepuluh orang. Khowarij punya banyak nama diantaranya Haruriyah, Syurroh, Maariqoh, Muhaqqimah dan mereka
ridho dinamai dengan nama-nama ini kecuali dengan nama Maariqoh.
[lihat Mauqif Ahlussunnah wal Jama’ah baina Ahli Ahwa’ wal Bida’ oleh
Syaikh Prof. DR. Ibrohim Ar Ruhailiy hafidzahullah hal. 137-138/I].
[4] Maksudnya adalah bukan sama sekali tidak
menggunakan akal dalam beragama bahkan akal merupakan salah satu syarat
pembebanan syari’at. Namun yang kami maksudkan disini adalah ia menentang dalil
yang tegas berupa Al Qur’an dan hadits yang shohih semata-mata karena ia
menganggap dalil-dalil tersebut tidak sesuai dengan akalnya.
Kami katakan maka
akal siapa yang tidak bisa menerima syari’at islam ini berarti akalnya telah
rusak karena bagaimana mungkin Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Hikmah
memberikan syari’at pada ciptaanNya yang tidak dapat mereka terima ??!!!
[5] Mu’tazilah adalah (nama untuk
orang-orang yang mengikuti pemikiranpent) Washol bin ‘Atho’, Al
Ghozal, Amru bin ‘Ubaid.
Mereka dinamai dengan sebutan Mu’tazilah
karena pengasingan diri mereka (I’tizaal) dari majelis ilmunya Hasan Al
Bashri rohimahullah.
Hal ini terjadi ketika mereka
orang-orang mu’tazilah ini berbeda pendapat (dengan gurunya Al Hasan Al
Bashripent.) dalam ketentuan hukum pelaku dosa besar, peristiwa ini
terjadi awal-awal abad ke dua. Orang-orang yang mengikuti Mu’tazilah ini
kemdian menyendiri, Qotadah dan yang lainnya meyebut mereka
dengan sebutan Mu’tazilah. Ada yang mengatakan bahwa peletak pertama
mazhab Mu’tazilah ini adalah Washol bin ‘Atho’ kemudian diikuti
oleh Amru bin ‘Ubaid murid dari Hasan Al Bashri.
Pokok ajaran Mu’tazilah ada lima
yaitu,
·
Al ‘Adlu, yang mereka maksudkan dengan hal ini adalah meniadakan adanya qodar/takdir.
·
At Tauhid, yang mereka maksudkan dengan hal ini adalah meniadakan shifat Allah ‘Azza wa Jalla.
·
Infadzul Wa’id, mereka mewajibkan
Allah untuk melaksanakan ancamanNya kepada orang-orang yang
Allah ancam.
·
Al Manzilah
bainal Manzilatain, yang mereka maksudkan bahwa pelaku dosa besar tidak beriman namun tidak juga
kufur.
·
Al
Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar
yaitu, mewajibkan orang-orang selain mereka dengan apa yang mereka wajibkan
bagi diri mereka sendiri hal itu berarti mereka boleh memberontak dari penguasa
(kaum musliminpent.) danmencampuradukkan antara yang benar dan yang salah.
[lihat ta’liq Syaikh DR. Abdul ‘Aziz
bin Ibrohim Asy Syahwan untuk Kitabut Tauhid oleh Imamul A’immah Ibnu
Khuzaimah Asy Syafi’i hal. 10/I, terbitan Maktabah Ar Rusyd, Riyadh, KSA].
[6] Muji’ah dalam istilah para ulama’ adalah
mereka yang menganggap bahwa iman semata-mata ucapan lisan dan iman
yang dimiliki manusia tidak bertingkat-tingkat, mereka menganggap
bahwa iman mereka sama seperti imannya malaikat, para
Nabi sholawatullah wa salamu ‘alaihim , iman tidak dapat bertambah
dan berkurang dan tidak ada pembatal iman karena bagi mereka barangsiapa yang
telah beriman dengan lisannya maka imannya tersebut adalah iman yang benar
walaupun tidak beramal apapun [lihat Mauqif Ahlussunnah wal Jama’ah
baina Ahli Ahwa’ wal Bida’ oleh Syaikh Prof. DR. Ibrohim Ar
Ruhailiy hafidzahullah hal. 151-152/I]. Salah seorang pembesar
Murji’ah Karomiyah adalah Muhammad bin Karoom. [lihat ta’liq Syaikh DR. Abdul
‘Aziz bin Ibrohim Asy Syahwan untuk Kitabut Tauhid oleh Imamul
A’immah Ibnu Khuzaimah Asy Syafi’i hal. 704/I].
[7] HR. Tirmidzi no.2676 , Ibnu Majah no.44 , dan
lain-lain. Hadits ini dinyatakan shohih oleh Tirmidzi dan Al
Albani rohimahullah di Ash Shohihah no. 2735. Lihat
sebagian faidah hadits ini pada fotenoteFawaid dari kitab Tahzib Tashil Al
Aqidah Al Islamiyah [2] di situs ini.
[8] Lafadz hadits di atas tidak kami temukan
sebatas kemampuan yang ada pada kami, namun yang semakna dengan hadits shohih
di atas banyak sekali diantaranya apa yang diriwayatkan Tirmidzi dalam Sunnanya
no. 2853,
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى
“Apa yang diriku dan para sahabatku
berada di atasnya”.
[9] Guru kami hafidzahullah mengatakan,
“Mazhab sama artinya
dengan thoriq/jalan secara bahasa. Mazhab ini berarti jalan dalam beragama baik
itu masalah fiqh dan aqidah”. –atau sebagaimana yang dikatakan beliau-.
http://alhijroh.com/aqidah/fawaid-dari-kitab-tahzib-tashil-al-aqidah-al-islamiyah-4/
Komentar
Posting Komentar