SALAFI, antara Tuduhan & Kenyataan Bag.3


📚Salafi, antara Tuduhan dan Kenyataan bag. 3
💭Jawaban Terhadap KH. Dr. Ma’ruf Amin, M.A. (Ketua MUI)
Sangat disayangkan, buku yang sangat tidak ilmiah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikan fakta ini berhasil “mengelabui” Ketua MUI, KH. Dr. Ma’ruf Amin, M.A. Sehingga beliau memberikan pujian sebagaimana pada halaman sampul belakang buku tersebut, terdapat kutipan ucapan beliau:
“Buku ini layak dibaca oleh siapa pun. Saya berharap, setelah membaca buku ini, seorang muslim meningkat kesadarannya, bertambah kasih-sayangnya, rukun dengan saudaranya, santun dengan sesama umat, lapang dada dalam menerima perbedaan, dan adil dalam menyikapi permasalahan.”
🗨 Jawaban:
Pak Kiai yang terhormat, kenyataan yang ada dalam buku ini sangat jauh dari apa yang Anda harapkan, baik penyimpangan aqidah maupun kedustaan dan pemutarbalikkan fakta yang ada dalam buku ini, semua itu hanya akan menambah saling benci antara sesama muslim. Sejumlah permasalahan khilaf fiqhi yang juga telah diperselisihkan ulama dahulu, oleh penulis buku ini dianggap sebagai kesesatan Salafi.
Artinya Penulis buku ini benar-benar tidak lapang dada dalam menerima perbedaan atau memang sama sekali tidak tahu kalau ada perbedaan ulama dalam banyak masalah fikih, sehingga keadaannya seperti yang dikatakan oleh Al-Imam Qatadah rahimahullah:
من لم يعرف الَّختلاف لم يشم رائحة ال قَه بأن هَ
“Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan ulama, hidungnya belum mencium bau fikih.”³⁷
Sebagai contoh kedangkalan fikih³⁸ Syaikh Idahram ketika dia tidak mau berlapang dada dalam permasalahan berpergian (safar) seorang wanita tanpa mahram (pada hal. 199), padahal ulama dahulu telah berbeda pendapat tentang hukum safar wanita tanpa mahram. Bahkan dalam satu mazhab Syafi’i saja sudah terdapat perbedaan pendapat, terlebih antar mazhab. Malah Al-Imam Asy-Syafi’i dan dikuatkan oleh Al-Imam An-Nawawi cenderung kepada pendapat yang mengharamkan, selain safar untuk haji yang wajib, itu pun harus bersama wanita lain yang terpercaya.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Telah kami sebutkan rincian perbedaan pendapat mazhab kami dalam masalah safar haji bagi wanita, bahwa pendapat yang benar adalah boleh bagi wanita melakukan safar haji yang wajib untuk keluar bersama banyak wanita terpercaya maupun seorang wanita terpercaya tanpa disyaratkan mahram. Dan tidak boleh seorang wanita keluar tanpa mahram pada haji yang sunnah, perjalanan dagang, berkunjung dan sejenisnya. Dan berkata sebagian ulama Syafi’iyyah, boleh safar wanita sendirian tanpa ditemani para wanita, tidak pula seorang wanita jika jalannya aman, ini juga pendapat Al-Hasan Al-Basri dan Dawud. Sedang Al-Imam Malik berpendapat tidak boleh hanya dengan seorang wanita, namun boleh bersama mahram atau banyak wanita. Adapun pendapat Abu Hanifah dan Ahmad, tidak boleh sama sekali kecuali bersama mahram.”³⁹
Jelaslah bahwa masalahnya adalah sesuatu yang memang dikhilafkan oleh para ulama, namun sayang sekali saudara Idahram menjadikannya sebagai senjata untuk menjatuhkan saudaranya sesama muslim, saya yakin tidak seperti ini yang diharapkan Pak Kiai. Dan saya berharap, dukungan Pak Kiai terhadap buku ini hanyalah suatu kekhilafan yang tidak disengaja, sebab Pak Kiai telah memahami dengan baik, bahwa Allah Ta’ala mengharamkan atas kita untuk saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah Ta’ala berfirman:
وَتَ عَاوَنُواْ لََُى الْبرِّ وَالتَّ قْوَى وَلََّ تَ عَاوَنُواْ لََُى الِْثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّ قُواْ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al-Maidah: 2]
Adapun dukungan Saudara Muhammad Arifin Ilham terhadap buku yang sangat tidak ilmiah, penuh dengan kedustaan dan pemutarbalikkan fakta ini, telah tersebar klarifikasi dari beliau bahwa itu tidak benar, semoga klarifikasi ini benar adanya. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kaum muslimin untuk kembali kepada sunnah setelah jelas kebenaran baginya.
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَ عْدِ مَا تَ بَ يَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَ تَّبِعْ غَيْ رَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ ن وَُلِّهِ مَا تَ ولَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيارا
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa: 115]
Catatan Kaki:
³⁷ Iqhozhul Himam, Al-Imam Al-Baqilani, 1/32.
³⁸ Jawaban atas kedangkalan fikih Syaikh Idahram, yang dengan dasar itu dia menyesatkan sesama muslim insya Allah Ta’ala akan kami bahas secara terperinci pada bab-bab yang akan datang.
³⁹ Al-Majmu’ Syarah Muhadzdzab, 8/343.
Dirapiin untuk pembaca FB
by @nhc Ummu Yp ⚘
Sent from Yahoo Mail on Android

Komentar